Kamis, 27 Juni 2013

BELAJAR TENTANG GEMPA DI SUMATERA UTARA DAN SEKITARNYA

Perpustakaan Helmut Todo Tua Simamora
Badan Lingkungan Hidup, Penelitian dan Pengembangan
Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara
INDONESIA



BELAJAR TENTANG GEMPA DI SUMATERA UTARA DAN SEKITARNYA



Berikut merupakan kutipan ilmiah yang digunakan Penulis sebagai referensi pribadi di dalam mendukung kegiatan kerja di kantor.



Bencana dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tiba-tiba atau musibah besar yang mengganggu susunan dasar dan fungsi normal dari suatu masyarakat atau komunitas. Bencana juga dapat dimaknai sebagai suatu kejadian atau serangkaian kejadian yang memberi, meningkatkan jumlah korban atau kerusakan atau kerugian harta benda, infrastruktur, pelayanan-pelayanan yang penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang berada di luar kapasitas normal dari komunitas-komunitas (Coburn et.al, 1994).

Secara sporadis bencana muncul masih dalam koridor penjelasan ilmiah namun prediksi bencana merupakan satu misteri ilmiah. Bencana datangnya tidak terduga, sehingga yang paling diutamakan adalah proses minimalisasi bencana dan bagaimana cara menanggulangi sehingga bisa dilakukan tindakan preventif.

Bencana alam, dilihat dari penyebabnya dapat dibedakan atas sedikitnya tiga jenis yaitu bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial. Bencana alam geologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi meliputi gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi.

Bencana yang berkaitan dengan batu-batuan yakni longsor, gerakan tanah, serta dalam skala terbatas menyangkut tempat, termasuk pula banjir dan banjir bandang (Brahmantyo dan Puradimaja, 2005). Bencana alam klimatologis adalah bencana yang ditimbulkan oleh cuaca yang sudah dapat diprediksi kedatangannya, arah, dan lokasi yang akan dilanda bencana. Bencana alam ekstra-terestrial adalah
bencana yang terjadi akibat hantaman meteor atau benda dari angkasa luar yang kedatangannya tidak dapat diprediksi.

Pengertian gempa bumi menurut Boen dalam Sudibyakto (2000) adalah suatu gejala fisik yang ditandai dengan bergetarnya bumi dengan berbagai intensitas, getaran-getaran tersebut terjadi karena terlepasnya suatu energi secara tiba-tiba. Namun gejala-gejala geologis tersebut juga dapat berakibat terjadinya bencana geologis lainnya selain gempa bumi seperti gunung meletus, tanah longsor, banjir dan juga tsunami.

Gempa bumi bisa disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain (1) letusan gunung berapi (erupsi vukalnik), (2) tubrukan meteor, (3) ledakan bawah tanah (seperti uji nuklir), dan (4) pergerakan kulit Bumi (Rusydi, 2004). Di bawah lempengan bumi ada magma yang bergerak. Gerakan ini menghasilkan gaya yang dirasakan oleh lempengan terutama pada daerah sambungan antar lempeng. Pada satu saat, gaya ini benar-benar membuat lempengan bergerak. Gerakan ini membuat tanah di atasnya dan juga magma di bawahnya bergetar (vibrasi). Getaran ini akan diteruskan sampai ke permukaan tanah, dan inilah yang disebut gempa bumi (Rusydi, 2004). Bencana alam gempa bumi sampai sekarang belum bisa diprediksikan secara akurat karena pengetahuan kita pada how the earthquake happens hanya sanggup memprediksi gempa dengan orde presisi ratusan atau bahkan ribuan tahun.

Bencana yang mungkin terjadi setelah gempa bumi adalah tanah longsor, banjir dan kebakaran. Selain itu, gempa bumi juga dapat menimbulkan tsunami atau gelombang pasang (Eisner and Gallion, 1994). Tsunami sendiri berasal dari bahasa Jepang, yang artinya pelabuhan (tsu) dan gelombang (nami). Ini adalah terminologi untuk menyebutkan fenomena gelombang laut yang tinggi dan besar akibat gangguan mendadak pada dasar laut yang secara vertikal mengurangi volume kolom air. Jadi gempa bumi dan tsunami sangat erat kaitannya hanya terjadi pada lokasi yang berbeda dimana tsunami merupakan efek dari gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Namun efek gelombang laut tersebut dapat memperluas wilayah ‘korban’ apabila tidak ada ‘penghadang’ yang kokoh (Sudarmono, 2005).

Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh zona pertemuan empat lempeng besar dunia yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pacifik dan Philipina. Pengaruh dari pertemuan lempeng dunia ini kepada kondisi seismik tektonik kawasan Indonesia (Wardani et.al, 2005). Gempa tektonik berskala besar dan kecil banyak melanda wilayah selatan dan barat Indonesia, mulai dari pesisir barat Sumatera, pesisir selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku hingga Papua. Wilayah-wilayah yang rawan gempa dan gelombang tsunami, hádala wilayah yang dilalui lempeng bumi yang bisa bergeser.

Sesungguhnya kemungkinan terjadinya gempa bumi dapat diprediksikan walaupun tempat dan waktu kejadian belum bisa dipastikan, dengan mengetahui sejarah kegempaan yang terjadi di suatu wilayah dapat diprediksikan masa pengulangan gempa selanjutnya. Masa pengulangan terjadinya gempa-gempa besar dari beberapa penelitian memperlihatkan kurun waktu ratusan tahun pada lokasi yang sama (Canahar, et.al, 2005). Dengan mengetahui sejarah kegempaan yang ada, daerah yang dulunya pernah mengalami gempa dapat mempersiapkan daerahnya untuk menghadapi gempa yang dapat datang kapan saja.

Mitigasi Bencana
Penanganan bencana harus dengan strategi proaktif, tidak semata-mata bertindak pascabencana, tetapi melakukan berbagai kegiatan persiapan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi datangnya bencana dengan membentuk system peringatan dini, identifikasi kebutuhan dan sumber-sumber yang tersedia, penyiapan anggaran dan alternatif tindakan, sampai koordinasi dengan pihakpihak yang memantau perubahan alam. Dalam mitigasi dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak dari bencana yang akan terjadi yaitu program untuk mengurangi pengaruh suatu bencana terhadap masyarakat atau komunitas dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pengaturan tata guna lahan, penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data base, pemantauan dan pengembangan.

Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang amat penting dalam penanggulangan bencana karena kegiatan ini merupakan kegiatan sebelum terjadinya bencana yang dimaksudkan untuk mengantisipasi agar korban jiwa dan kerugian materi yang ditimbulkan dapat dikurangi. Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana maupun yang berada di luar sangat besar perannya, sehingga perlu ditingkatkan kesadarannya, kepeduliannya dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta kedisiplinan terhadap peraturan dan norma-norma yang ada. Istilah program mitigasi bencana mengacu kepada dua tahap perencanaan yaitu: Pertama, perencanaan sebelum kejadian untuk manajemen bencana, mencakup aktivitas-aktivitas mitigasi dan perencanaan bencana; Kedua, perencanaan serta tindakan sesudah kejadian, meliputi peningkatan standar teknis dan bantuan medis serta bantuan keuangan bagi korban (Inoghuci et.al, 2003).

Dalam mitigasi bencana dilakukan tindakan-tindakan antisipatif untuk meminimalkan dampak dari bencana yang terjadi dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pengaturan tata guna lahan, penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data, pemantauan dan pengembangan. Di negara-negara maju, kesalahan dalam pembangunan diimbangi melalui perencanaan yang matang (Inoghuci et.al, 2003). Belajar dari bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Utara 26 Desember 2004 lalu, besarnya bencana selain diakibatkan oleh tingginya gelombang tsunami, juga oleh tata ruang yang kurang ramah bencana dan rusaknya lingkungan, rumah dibangun dekat dengan laut tidak adanya sabuk hijau, dan mangrove tinggal sedikit (Cahanar ed., 2005).
Belajar dari pengalaman ini, pihak pemerintah daerah yang memiliki wilayah pesisir yang rawan gempa dan tsunami hendaknya menata kembali wilayahnya, dengan tidak membangun wilayah pemukiman, fasilitas ekonomi dan industri di dekat pantai. Selain itu perlu dipersiapkan jalur evakuasi untuk penyelamatan penduduk dan dibangun lokasi pengungsian serta depot untuk bahan makanan dan obat-obatan bagi para pengungsi (Cahanar ed., 2005).
Di pulau Okushirito Jepang yang sangat dekat dengan pusat gempa diterjang tsunami dalam waktu yang bersamaan dengan terjadinya gempa sedangkan alat deteksi mampu mendeteksi tsunami dalam waktu mendekati 1 menit, sehingga di daerah rawan tsunami diberikan rambu petunjuk arah untuk
memudahkan mencapai lokasi evakuasi (Nariman, 2005).

Geoteknik dan Geologi
Jalur patahan Renun-Toru yang membelah bumi Sumatera Utara yang melintasi Kabupaten Karo, Dairi, Samosir, Pak-pak Barat, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal memberikan konsekuensi adanya bahaya gempa yang mengancam kawasan patai barat Sumatera Utara termasuk Kota Sibolga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar