Private Library of Simamora, Helmut Todo Tua
Environment, Research and Development Agency
Samosir Regency Government of North Sumatera Province
INDONESIA
Berikut merupakan kutipan ilmiah dari
media online yang sangat bermanfaat sehingga digunakan Penulis sebagai
referensi pribadi.
BELAJAR TENTANG BIOGAS, MIKROORGANIME PENGHASIL BIOGAS DAN MEKANISMENYA
Bakteri metanogen merupakan salah satu
jenis bakteri yang dapat menghasilkan sumber energi. Sumber energi yang dapat
dihasilkan oleh bakteri ini adalah biogas. Biogas merupakan gas yang dilepaskan
jika bahan-bahan organik difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Proses
fermentasi (penguraian material organik) tersebut terjadi secara anaerob (tanpa
oksigen).
Biogas terdiri atas beberapa macam gas, antara lain :
- metana (55-75%),
- karbon dioksida (25-45%),
- nitrogen (0-0.3%),
- hydrogen (1-5%),
- hidrogen sulfida (0-3%), dan
- oksigen (0.1-0.5%).
Persentase terbesar dalam biogas ini, metan,
membuat gas ini mudah terbakar dan dapat disamakan kualitasnya dengan gas alam
setelah dilakukan pemurnian terhadap gas metan.
Sumber pembuatan gas metan ini berasal
dari bahan-bahan organik yang tidak memerlukan waktu yang terlalu lama dalam
penguraiannya, seperti kotoran hewan, dedaunan, jerami, sisa makanan, dan
sortiran sayur. Dalam menghasilkan gas metan ini, bakteri metanogen tidak
bekerja sendiri. Terdapat beberapa tahap yang harus dilalui dan memerlukan
kerja sama dengan kelompok bakteri yang lain. Berikut ini merupakan tahapan
dalam proses pembentukan biogas :
1.
Hidrolisis
Hidrolisis merupakan penguraian
senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang menjadi senyawa yang sederhana.
Pada tahap ini, bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein
didegradasi menjadi senyawa dengan rantai pendek, seperti peptida, asam amino,
dan gula sederhana. Kelompok bakteri hidrolisa, seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa
jenis Enterobactericeae yang melakukan proses ini.
2.
Asidogenesis
Asidogenesis adalah pembentukan asam
dari senyawa sederhana. Bakteri asidogen,Desulfovibrio, pada tahap ini memproses senyawa
terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang umumnya
asam asetat dan asam format.
3.
Metanogenesis
Metanogenesis ialah proses pembentukan
gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini
mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2,
CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami
dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian
bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan
(CH4) dan karbondioksida (CO2).
Penghasilan
biogas dapat mencapai kondisi optimum jika bakteri-bakteri yang terlibat dalam
proses tersebut berada dalam lingkungan yang nyaman. Berikut ini merupakan
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar bakteri-bakteri penghasil biogas
dapat menghasilkan gas secara optimum, yaitu:
1.
Lingkungan abiotis
Bakteri yang dapat memproduksi gas
metan tidak memerlukan oksigen dalam pertumbuhannya (anaerobik). Oleh
karena itu, biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak
langsung dengan Oksigen (O2)).
2.
Temperatur
Secara umum terdapat 3 rentang
temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
a.
Psikrofilik (suhu 0 – 25°C), optimum pada suhu 20-25°C
b.
Mesofilik (suhu 20 – 40°C), optimum pada suhu 30-37°C
c.
Termofilik (suhu 45 – 70°C), optimum pada suhu 50-55°C
Temperatur merupakan salah satu hal
yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Menjaga temperatur
tetap pada kondisi optimum yang mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan
bakteri, akan meningkatkan produksi biogas.
3.
Derajat keasaman (pH)
Bakteri asidogen dan metanogen
memerlukan lingkungan dengan derajat keasaman optimum yang sedikit berbeda
untuk berkembangbiak. pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri
asidogenesis, sedangkan pH di bawah 6,4 dapat meracuni bakteri metanogenesis.
Rentang pH yang sesuai bagi perkembangbiakan bakteri metanogenesis 6,6-7
sedangkan rentang pH bagi bakteri pada umumnya adalah 6,4-7,2. Derajat keasaman
harus selalu dijaga dalam wilayah perkembangbiakan optimum bagi bakteri agar
produksi biogas stabil.
4.
Rasio C/N bahan isian
Syarat ideal untuk proses digesti
adalah C/N = 25 – 30. Nilai rasio C/N yang terlalu tinggi menandakan konsumsi
yang cepat oleh bakteri metanogenisis, hal itu dapat menurunkan produksi
biogas. Sedangkan rasio C/N yang terlalu rendah akan menyebabkan akumulasi
ammonia sehingga pH dapat terus naik pada keadaan basa hingga 8,5. Kondisi
tersebut dapat meracuni bakteri metanogen. Kadar C/N yang sesuai dapat dicapai
dengan mencampurkan beberapa macam bahan organik, seperti kotoran dengan sampah
organik.
Biogas yang
dihasilkan oleh sekelompok bakteri yang telah diuraikan di atas, dapat
dijadikan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan sumber energi
fosil yang saat ini semakin menipis jumlahnya. Meskipun sama-sama dihasilkan
oleh mikroorganisme, namun pembentukan biogas tidak memerlukan waktu yang
sangat lama seperti pembentukan energi fosil.
Prinsip Dasar Pembuatan Biogas
BIOGAS merupakan proses produksi
energi berupa gas yang berjalan melalui proses biologis. Hal ini menyebabkan
terdapatnya berbagai komponen penting yang berpengaruh dalam proses pembuatan
biogas. Komponen biokimia (biochemist) dalam pembuatan biogas memerlukan
perhatian penting. Proses kerja dari komponen tersebut dapat dijelaskan secara
ilmiah, sehingga membuka peluang untuk diadakannya penelitian lebih lanjut.
Gas yang dapat dimanfaatkan sebagai
energi dari pembuatan biogas adalah berupa gas metan. Gas metan ini diperoleh
melalui proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme. Bahan-bahan
organik yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan sangat mudah, bahkan dapat
diperoleh dalam limbah. Proses produksi peternakan menghasilkan kotoran ternak
(manure) dalam jumlah banyak. Di dalam kotoran ternak tersebut terdapat
kandungan bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi.
Gas metan dapat diperoleh dari kotoran
ternak tersebut setelah melalui serangkaian proses biokimia yang kompleks.
Kotoran ternak terlebih dahulu harus mengalami dekomposisi yang berjalan tanpa
kehadiran udara (anaerob). Tingkat keberhasilan pembuatan biogas sangat
tergantung pada proses yang terjadi dalam dekomposisi tersebut.
Salah satu kunci dalam proses
dekomposisi secara anaerob pada pembuatan biogas adalah kehadiran
mikroorganisme. Biogas dapat diperoleh dari bahan organik melalui proses
"kerja sama" dari tiga kelompok mikroorganisme anaerob. Pertama,
kelompok mikroorganisme yang dapat menghidrolisis polimer-polimer organik dan
sejumlah lipid menjadi monosakarida, asam-asam lemak, asam-asam amino, dan
senyawa kimia sejenisnya.
Kedua, kelompok mikroorganisme yang
mampu memfermentasi produk yang dihasilkan kelompok mikroorganisme pertama
menjadi asam-asam organik sederhana seperti asam asetat. Oleh karena itu,
mikroorganisme ini dikenal pula sebagai mikroorganisme penghasil asam
(acidogen).
Ketiga, kelompok mikroorganisme yang
mengubah hidrogen dan asam asetat hasil pembentukan acidogen menjadi gas metan
dan karbondioksida. Mikroorganisme penghasil gas metan ini hanya bekerja dalam
kondisi anaerob dan dikenal dengan nama metanogen. Salah satu mikroorganisme
penting dalam kelompok metanogen ini adalah mikroorganisme yang mampu
memanfaatkan (utilized) hidrogen dan asam asetat.
Metanogen terdapat dalam kotoran sapi
yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan biogas. Lambung (rumen) sapi
merupakan tempat yang cocok bagi perkembangan metanogen. Gas metan dalam
konsentrasi tertentu dapat dihasilkan di dalam lambung sapi tersebut. Proses
pembuatan biogas tidak jauh berbeda dengan proses pembentukan gas metan dalam
lambung sapi. Pada prinsipnya, pembuatan biogas adalah menciptakan gas metan
melalui manipulasi lingkungan yang mendukung bagi proses perkembangan metanogen
seperti yang terjadi dalam lambung sapi.
Metanogen membutuhkan kondisi
lingkungan yang optimal untuk dapat memproduksi gas metan. Metanogen sangat
sensitif terhadap kondisi di sekitarnya. Bahan organik dalam kotoran sapi dapat
menghasilkan gas metan apabila metanogen bekerja dalam ruangan hampa udara.
Oleh karena itu, proses pembuatan biogas dari kotoran sapi harus dilakukan
dalam sebuah reaktor atau digester yang tertutup rapat untuk menghindari
masuknya oksigen. Reaktor harus bebas dari kandungan logam berat dan sulfida
(sulfides) yang dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme.
Jumlah metanogen dalam kotoran sapi
belum tentu dapat menghasilkan gas metan yang diinginkan. Gas metan diperoleh
melalui komposisi metanogen yang seimbang. Jika jumlah metanogen dalam kotoran
sapi masih dinilai kurang, maka perlu dilakukan penambahan metanogen tambahan
berbentuk strater atau substrat ke dalam reaktor.
Metanogen dapat berkembang dengan baik
dalam tingkat keasaman (pH) tertentu. Lingkungan cair (aqueous) dengan pH 6,5
sampai 7,5 di dalam reaktor merupakan kondisi yang cocok bagi pembentukan gas
metan oleh metanogen. Tingkat keasaman di dalam reaktor harus dijaga agar tidak
kurang dari 6,2.
Untuk memperoleh biogas yang sempurna,
ketiga kelompok mikroorganisme tadi harus bekerja secara sinergis. Keadaan
lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ketiganya menjadi tidak optimal
dalam menjalankan perannya masing-masing. Contohnya, jumlah kandungan bahan
organik yang terlalu banyak dalam kotoran sapi akan membuat kelompok
mikroorganisme pertama dan kedua untuk membentuk asam organik dalam jumlah
banyak sehingga pH akan turun drastis. Hal itu akan menciptakan lingkungan yang
tidak cocok bagi kelompok mikroorganisme yang ketiga. Akhirnya, gas metan yang
dihasilkan akan sedikit, bahkan tidak menghasilkan gas sama sekali.
Untuk mencapai keberhasilan dalam
proses pembuatan biogas diperlukan ketelitian untuk memberikan lingkungan yang
optimal bagi pembentukan gas metan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
pengontrolan terhadap berbagai aspek, seperti tingkat keasaman, kandungan dalam
kotoran sapi (C/N), temperatur, hingga kadar air. Selain itu, reaktor yang digunakan
harus memenuhi syarat dan kapasitasnya sesuai dengan jumlah kotoran sapi
sebagai input.
Manfaat lainnya
Sisa kotoran sapi yang telah digunakan
dalam proses pembuatan biogas dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Jika kandungan
gas metan dalam kotoran sapi telah diperoleh, maka kotoran tersebut dapat
diambil dari reaktor dan digunakan sebagai kompos. Pupuk kompos dapat
menyuburkan tanah dan tidak mengandung bahan kimia, sehingga penggunaannya
dapat mendukung gerakan pertanian organik (organic farming).
Teknologi pembuatan biogas ini sangat
ramah terhadap lingkungan karena tidak meninggalkan residu dan emisi gas
berbahaya.
Biogas adalah gas mudah
terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh
bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada
umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas.
Meski demikian, hanya bahan
organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti limbah ternak yang cocok
untuk sistem biogas sederhana. Di daerah yang banyak terdapat industri
pemrosesan makanan seperti tahu, tempe, ikan pindang dan brem, limbahnya
bisa diproses menjadi biogas sehingga limbah industri tersebut tidak
mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri
tersebut di atas berasal dari bahan organik yang homogen. Pada makalah ini
pembahasan dibatasi hanya pada pengolahan limbah ternak menjadi biogas.
Limbah ternak adalah sisa
buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak,
rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan lain-lain. Limbah tersebut
meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urin, sisa makanan,
embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan
lain-lain. Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan
semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan
tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang
terdiri dari feses dan urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan
dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia
seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu
yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap
kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses .
Selain menghasilkan feses dan urin, dari
proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4)
yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung
jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon. Kontribusi emisi metan
dari peternakan mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke
atmosfir. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi
metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin
tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan .
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau
zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat
menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah
peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama
satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 107 m3 air. Selain
melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis
yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara
27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 %
merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat .
Kehadiran limbah ternak dalam keadaan
keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran
udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul
18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah
melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan
(3000 mg/m3).
Salah satu akibat dari pencemaran air oleh
limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa
nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana
kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai
akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut
sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat
mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air.
Tinja dan urin dari hewan yang tertular dapat
sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit
manusia yang terluka atau tergores.Spora anthrax dapat tersebar melalui darah
atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora.
Dampak limbah ternak
memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini (Gambar 1) memberi
gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan manajemennya .
Penanganan Limbah
Ternak
Penanganan limbah ternak akan spesifik pada
jenis/spesies, jumlah ternak, tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang
tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan limbah. Penanganan
limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau
menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan
ini akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos
yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai
kira-kira terlihat kering. Proses pembuatan kompos seperti ini menyebabkan gas
metan yang terbentuk dibrbaskan ke atmosfer.
Penanganan limbah cair dapat diolah secara
fisik, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisik disebut juga pengolahan
primer (primer treatment). Proses ini merupakan proses termurah dan termudah,
karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi.Metode ini hanya digunakan
untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa
kegiatan yang termasuk dalam pengolahan secara fisik antara lain : floatasi,
sedimentasi, dan filtrasi.
Pengolahan secara kimia disebut juga
pengolahan sekunder (secondary treatment) yang bisanya relatif lebih mahal
dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik.Metode ini umumnya digunakan
untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair
menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses
netralisasi, flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi.
Pengolahan secara biologi
merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan organik yang
terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan
organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung
digunakan atau didahului denghan pengolahan secara fisik.
Pemanfaatan Limbah
Ternak
Berbagai manfaat dapat dipetik dari limbah
ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada
ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial
untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti
protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba
atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified substances).Limbah
ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi
(biogas) dan media berbagai tujuan. Pada makalah ini dibahas pemanfaatan limbah
kotoran ternak ruminansia manjadi biogas saja, tanpa mengesampingkan manfaat
lain yang dapat diambil.
Permasalahan limbah ternak,
khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi
bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan
yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan
untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak ruminansia sangat
baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak
ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme
dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin
dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja
ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup
tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung :
- 22.59% sellulosa,
- 18.32% hemi-sellulosa,
- 10.20% lignin,
- 34.72% total karbon organik,
- 1.26% total nitrogen,
- 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K.
Pembentukan biogas
dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu
tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap
hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan
bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer
menjadi bentuk monomer.
Pada tahap pengasaman
komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan
menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam.Produk akhir dari gula-gula
sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format,
laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan
pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Sebagai
ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh bagan perombakan serat kasar
(selulosa) hingga terbentuk biogas.
Biogas adalah campuran
beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari
bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4)
dan gas karbondioksida (CO2). Biogas memiliki nilai kalor yang
cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni
(100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Produksi biogas sebanyak
1275-4318 l dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan
menjalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per
hari.
Kotoran hewan seperti
kerbau, sapi, babi dan ayam telah terbukti dalam penelitian ketika diproses
dalam alat penghasil biogas (digester) menghasilkan biogas yang sangat
memuaskan(Harahap et al., 1980).
Proses pembuatan biogas ini
dilakukan secara biologis dengan memanfaatkan sejumlah mikroorganisme anaerob.
Bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam tahap-tahap proses pembuatan biogas
antara lain :
1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak
senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam
organik, CO2, H2, H2S.
2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang
merubah asam organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi
asetat dan hidrogen.
3. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang
berperan dalam merubah asam-asam lemak dan alkohol menjadi metan dan
karbondioksida. Bakteri pembentuk metan antara lain Methanococcus,
Methanobacterium, dan Methanosarcina.
Adapun proses pembuatan
biogas adalah sebagai berikut. Bahan organik dimasukkan ke dalam digester,
sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang
selanjutnya akan menghasilkan gas yang disebut biogas. Biogas yang telah
terkumpul di dalam digester lalu dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju
tangki penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya, misalnya kompor
atau lampu.
Jenis limbah ternak
ruminansia yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas.
Selain itu limbah ternak ruminansia yang diproses menjadi biogas memerlukan
persyaratan dasar tertentu, yaitu persyaratan tertentu yang menyangkut:
1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan.
Salah satu cara untuk menentukan bahan organik yang
sesuai untuk digunakan sebagai bahan sistem biogas adalah dengan mengetahui
perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Perubahan
senyawa organik dari limbah ternak ruminansia menjadi CH4 (gas
metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan
rasio C/N antara 20 – 25. Sehingga kalau menggunakan limbah ternak ruminansia
hanya berbentuk jerami dengan rasio-C/N di atas 65, maka walaupun CH4 dan
CO2 akan terbentuk, perbandingan CH4 : CO2 =
65 : 35 tidak akan tercapai. Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 : 55
atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka lain yang kurang dari yang sudah
ditentukan, maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai bakar rendah atau kurang
memenuhi syarat sebagai bahan energi.
Juga sebaliknya kalau limbah ternak ruminansia yang
digunakan berbentuk kotoran saja, semisal dari kotoran kambing dengan rasio C/N
sekira 8, maka produksi biogas akan mempunyai bandingan antara CH4 dan
CO2 seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang terlalu tinggi.
Dengan nilai ini maka hasil biogasnya juga terlalu tinggi nilai bakarnya,
sehingga mungkin akan rnembahayakan pengguna.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu
tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi proses terbentuknya biogas, karena
ini merupakan proses biologis yang memerlukan persyaratan hidup tertentu,
seperti juga manusia.
2. Kadar air
Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang
digunakan, juga seperti rasio C/N harus tepat. Jika hasil biogas diharapkan
sesuai dengan persyaratan yang berlaku, maka semisal limbah ternak ruminansia
yang digunakan berbentuk kotoran kambing kering dicampur dengan sisa-sisa
rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering, maka
diperlukan penambahan air.
Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk
lumpur selokan yang sudah mengandung bahan organik tinggi, semisal dari bekas
dan sisa pemotongan hewan atau manure dari peternakan. Dalam
bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air tidak akan sebanyak pada
bahan yang kering.
Air berperan sangat penting di dalam proses biologis
pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak (berlebihan) juga jangan
terlalu sedikit (kekurangan), ada perbandingan yang berpengaruh pada
optimalisasi konversi gas metan.
3. Temperatur
Temperatur selama proses berlangsung, karena ini
menyangkut kondisi optimal hidup bakteri pemroses biogas yaitu antara 27° –
28°C. Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan
waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah , maka waktu
untuk menjadi biogas akan lebih lama.
4. Bakteri penghasil metan (metanogens)
Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai
kemampuan untuk menguraikan bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan
CO2. Dalam limbah ternak ruminansia semisal kotoran kandang, limbah
rumah pemotongan ataupun rumput dan jerami, serta bahan-bahan buangan lainnya,
banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan tersebut
didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil uraiannya belum tentu
menjadi CH4 yang diharapkan serta mempunyai kemampuan sebagai
bahan bakar.
Maka untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau
mikroba pembuat biogas (umumnya disebut bakteri metan), sebaiknya digunakan
starter, yaitu bahan atau substrat yang di dalamnya sudah dapat dipastikan
mengandung mikroba metan sesuai yang dibutuhkan.
5. Aerasi
Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses.
Dalam hal pembuatan biogas maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam bejana
pembuat. Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan
terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup
rapat.
Masih ada beberapa persyaratan lain yang diperlukan agar
hasil biogas sesuai dengan yang diharapkan semisal, pengadukan, pH dan tekanan
udara. Tetapi kelima syarat tersebut sudah merupakan syarat dasar agar proses
pembuatan biogas berjalan sebagaimana mestinya.
Digester (bio
reaktor)
Bahan yang dapat digunakan
untuk membuat digester, alat atau bejana pembuat dan penampung biogas, juga
tidak perlu dari bahan yang mahal atau sukar untuk didapatkannya. Drum bekas
asal masih kuat, merupakan bahan yang paling umum dipergunakan. Digester bentuk
bejana dari tembok juga sering digunakan untuk proses pembuatan biogas yang
lebih besar kapasitasnya. Bahan plastik juga bias dijadikan digester tapi
sebaiknya memakai plastik polyotilen. Bahan-bahan yang lain juga bisa dipakai
asal kedap udara.
Membuat biogas bukan
semata-mata tergantung kepada bahan yang dipergunakan, kepada alat atau bejana
yang digunakan, tetapi juga masih ada faktor-faktor lain yang menyertainya,
yang langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil.
Misalnya kita sudah
memasukkan bahan-bahan yang diperlukan dalam bejana pembuat yang disertai
dengan starter yang dibutuhkan. Tetapi ternyata beberapa hari kemudian, tekanan
bejana penampung hasil tidak naik-naik. Kalau hal ini terjadi ada dua
kemungkinan penyebabnya. Pertama bejana penampung hasil bocor, hingga
secepatnya harus dicari dan ditambal atau proses pembuatan biogas tidak
berjalan.
Keamanan
Biogas merupakan gas yang
tidak berwarna, tidak berbau dan sangat tinggi dan cepat daya nyalanya.
Karenanya sejak biogas berada pada bejana pembuatnya sampai digunakan untuk
penerangan ataupun memasak, harus selalu dihindari kehadirannya dari api yang
dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan. Hal ini berhubungan dengan
kemungkinan terjadinya kebocoran pada peralatan yang tidak diketahui.
Sifat cepat menyala biogas,
juga merupakan masalah tersendiri. Artinya dari segi keselamatan pengguna.
Sehingga tempat pembuatan atau penampungan biogas harus selalu berada jauh dari
sumber api yang kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya besar.
Untuk mengatasi masalah ini, sebaiknya setiap digester atau penampung gas metan
dilengkapi dengan pengukur tekanan sehingga dapat memperkecil resiko terjadinya
kecelakaan atau ledakan.
Biogas dapat dipergunakan
dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang lain. Pembakaran
biogas dilakukan dengan mencampurnya dengan sebagian oksigen (O2).
Namun demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yangoptimal, perlu dilakukan
pra kondisi sebelum biogas dibakar yaitu melalui proses pemurnian /penyaringan
karena biogas mengandung beberapa gas lain yang tidakmenguntungkan. Sebagai salah
satu contoh, kandungan gas hidrogen sulfida yang tinggi dalam biogas, jika
dicampur dengan oksigen dengan perbandingan 1:20, makaakan menghasilkan gas
yang sangat mudah meledak. Tetapi sejauh ini belum pernah dilaporkan terjadinya
ledakan pada sistem biogas sederhana.
Limbah Biogas
Limbah biogas, yaitu
kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang
sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan olehtanaman. Bahkan,
unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak
bisa digantikan oleh pupuk kimia. Bahan pembuat biogas juga merupakan bahan
organik berkandungan nitrogen tinggi. Selama proses pembuatan kompos yang akan
keluar dan tergunakan adalah unsur-unsur C, H, dan 0 dalam bentuk CH4 dan
CO2. Karenanya nitrogen yang ada akan tetap bertahan dalam sisa
bahan, kelak menjadi sumber pupuk organik.
Pupuk organik yang
dihasilkan dari memiliki kualitas yang baik, yang merupakan sisa proses
fermentasi untuk mendapatkan biogas, dikarenakan bakteri patogen dan biji
tanaman gulma dalam kotoran ternak menjadi mati selama proses fermentasi, dan
pupuk kandang tersebut langsung dapat digunakan sebagai pupuk terhadap tanaman.
KESIMPULAN
1. Limbah ternak ruminansia berpeluang
mencemari lingkungan jika dibuang langsung ke lingkungan. Namun memperhatikan
komposisinya, limbah ternak ruminansia masih dapat dimanfaatkan lagi
sebagai bahan pembuatan biogas.
2. Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada
situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap
pengasaman, dan tahap metanogenik.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan
biogas :
a. Kandungan
kimia dalam bahan.
b. Kadar air.
c. Temperatur.
d. Bakteri penghasil metan.
e. Tekanan udara.
f. Aerasi.
g. Pengadukan
h. pH
4. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar maka
perlu penanganan khusus pada keamanannya.
5. Limbah biogas merupakan pupuk organik yang
mempunyai kualitas tinggi.
Ada tiga kelompok bakteri
yang berperan dalam proses pembentukan biogas:
1.
Kelompok bakteri fermentatif, yaitu: Steptococci,
Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae,
2.
Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio,
3.
Kelompok bakteri metana, yaitu Mathanobacterium,
Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus.
Nice post...
BalasHapusBagi Ilmu Bermanfaat >>> http://bagiilmubermanfaat.blogspot.com/