Selasa, 02 Juli 2013

BELAJAR TENTANG HUTAN DARI SUDUT PANDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Private Library of Simamora, Helmut Todo Tua
Environment, Research and Development Agency
Samosir Regency Government of North Sumatera Province
INDONESIA



Berikut merupakan kutipan ilmiah yang digunakan sebagai referensi pribadi.



BELAJAR TENTANG HUTAN DARI SUDUT PANDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


Dalam pengertian hutan, unsur yang terpenting adalah hamparan lahan atau disebut juga tanah sebagai tempat tumbuhnya pepohonan dan tumbuhan lainnya.

Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai multi fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah, pelestarian lingkungan hidup, ekosistem, sistem penyangga kehidupan, produksi hasil hutan, dan dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.

Supaya hutan dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi, maka perlu dilakukan usaha perlindungan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yaitu dengan mencegah, membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit; mempertahankan dan menjaga hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Perlindungan hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya konservasi alam, baik dalam hutan konservasi maupun dalam kawasan konservasi lainnya, yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, termasuk konservasi tanah, konservasi air, serta konservasi udara, untuk menjamin agar pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana, sehingga mutu dan kelestariannya dapat dipertahankan dan ditingkatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Perlindungan hutan pada hakekatnya ditujukan terhadap hutan negara, hutan hak, dan hasil hutan termasuk tumbuhan dan satwa, serta juga perlindungan kawasan konservasi lainnya.

Untuk dapat terlaksananya perlindungan hutan dan konservasi alam, ditetapkan Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkup instansi kehutanan di pusat dan daerah yang diberi kewenangan kepolisian khusus yang disebut Polisi Kehutanan dan yang diberi wewenang penyidikan terhadap adanya kejahatan dan pelanggaran di bidang kehutanan yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan, serta satuan pengamanan hutan.

Mengingat bahwa keberadaan hutan sangat dibutuhkan bagi umat manusia, maka perlindungan hutan tidak saja dilaksanakan oleh pemerintah, akan tetapi seluruh masyarakat berperan serta secara aktif, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam upaya untuk lebih menjamin usaha perlindungan hutan, sebagian wewenang yang menjadi urusan pemerintah pusat diserahkan ke daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kota.

Untuk terciptanya kondisi perlindungan hutan sebaik-baiknya secara menyeluruh tingkat nasional, regional, atau daerah, maka dilakukan pengawasan bertingkat, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah secara terkoordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.

Sehubungan dengan hal-hal diatas, maka ketentuan perlindungan hutan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan, perlu diganti dengan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Hutan konservasi dapat berupa kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, yang merupakan kawasan suaka alam dan kawasan kawasan pelestarian alam sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang berada dalam kawasan hutan, dan taman buru.

Hasil hutan dapat berupa:
  1. hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, bambu, rotan, rumput-rumputan, jamur-jamur, tanaman obat, getah-getahan, dan lain-lain, serta bagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan di dalam hutan;
  2. hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok, dan lain-lain hewan, serta bagian-bagiannya atau yang dihasilkannya;
  3. benda-benda non hayati yang secara ekologis merupakan satu kesatuan ekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan, antara lain berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang;
  4. jasa yang diperoleh dari hutan antara lain berupa jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan, jasa perburuan, dan lain-lain;
  5. hasil produksi yang langsung diperoleh dari hasil pengolahan bahan-bahan mentah yang berasal dari hutan, yang merupakan produksi primer antara lain berupa kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, dan pulp.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
  2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
  3. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
  4. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
  5. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
  6. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
  7. Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.
  8. Pemanfaatan hutan adalah segala bentuk kegiatan untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat berdasarkan azas manfaat dan lestari serta azas kerakyatan dan keadilan.
  9. Pemanfaatan kawasan hutan adalah segala bentuk usaha yang menggunakan ruang tumbuh di bawah tegakan hutan dengan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
  10. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi pokok hutan.
  11. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan potensi kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.
  12. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan potensi bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.
  13. Pemungutan hasil hutan kayu adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak fungsi pokok hutan.
  14. Pemungutan hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan selain kayu dengan tidak merusak fungsi pokok hutan.
  15. Iuran izin usaha pemanfaatan hutan adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan atas suatu kawasan hutan tertentu, yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.
  16. Provisi sumber daya hutan adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.
  17. Dana Reboisasi adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan.
  18. Dana jaminan kinerja adalah dana milik pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, sebagai jaminan atas pelaksanaan izin usahanya, yang dapat dicairkan kembali oleh pemegang izin apabila kegiatan usahanya dinilai memenuhi ketentuan usaha pemanfaatan hutan secara lestari.
  19. Dana investasi pelestarian hutan adalah dana yang diarahkan untuk membiayai segala jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjamin kelestarian hutan, antara lain biaya konservasi, biaya perlindungan hutan dan biaya penanganan kebakaran hutan.
  20. Masyarakat setempat adalah kelompok-kelompok orang warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan yang memiliki ciri sebagai suatu komunitas, yang didasarkan pada kekerabatan, kesamaan mata pencaharian yang berkait dengan hutan (profesi), kesejarahan, keterikatan tempat tinggal bersama serta faktor ikatan komunitas lainnya.
  21. Perorangan adalah orang perorang anggota masyarakat setempat.
  22. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.
  23. Pemerintah adalah pemerintah sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
  24. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan.

Pencabutan izin pinjam pakai kawasan hutan, karena:
  1. Tidak melaksanakan kerjasama dengan masyarakat dan atau koperasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (2).
  2. Tidak menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (3).
  3. Mengalihkan izinnya kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (6).
  4. Pemegang izin yang berbentuk perorangan tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan sesuai dengan rencana kerjanya, dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diperoleh izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (8).
  5. Pemegang izin yang berbentuk koperasi dan badan usaha tidak melaksanakan kegiatan nyata di lapangan sesuai dengan rencana kerjanya, dalam waktu 6 (enam) bulan setelah diperoleh izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (9).
Penghentian sementara kegiatan di lapangan, karena:
  1. Tidak mengamankan arealnya dari segala gangguan keamanan hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (4).
  2. Tidak menyusun Amdal atau RPL dan UKL, serta membuat laporan pelaksanaan kegiatan secara periodik sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (7).
  3. Tidak memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk melakukan pengawasan di lapangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (11).
  4. Tidak membayar dana jaminan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (10).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar