Private Library of Simamora, Helmut Todo Tua
Environment, Research and Development Agency
Samosir Regency Government of North Sumatera Province
INDONESIA
Berikut merupakan kutipan ilmiah yang disusun dan digunakan Penulis sebagai referensi pribadi.
BELAJAR TENTANG BENCANA
Bencana dapat
diartikan sebagai suatu kejadian yang tiba-tiba atau musibah besar yang
mengganggu susunan dasar dan fungsi normal dari suatu masyarakat atau
komunitas. Bencana juga dapat dimaknai sebagai suatu kejadian atau serangkaian
kejadian yang memberi, meningkatkan jumlah korban atau kerusakan atau kerugian
harta benda, infrastruktur, pelayanan-pelayanan yang penting atau sarana
kehidupan pada satu skala yang berada di luar kapasitas normal dari
komunitas-komunitas (Coburn et.al, 1994).
Secara sporadis
bencana muncul masih dalam koridor penjelasan ilmiah namun prediksi bencana
merupakan satu misteri ilmiah. Bencana datangnya tidak terduga, sehingga yang
paling diutamakan adalah proses minimalisasi bencana dan bagaimana cara
menanggulangi sehingga bisa dilakukan tindakan preventif.
Bencana alam,
dilihat dari penyebabnya dapat dibedakan atas sedikitnya tiga jenis yaitu
bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial. Bencana alam geologis
merupakan bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam
bumi meliputi gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi.
Bencana yang
berkaitan dengan batu-batuan yakni longsor, gerakan tanah, serta dalam skala
terbatas menyangkut tempat, termasuk pula banjir dan banjir bandang (Brahmantyo
dan Puradimaja, 2005). Bencana alam klimatologis adalah bencana yang
ditimbulkan oleh cuaca yang sudah dapat diprediksi kedatangannya, arah, dan
lokasi yang akan dilanda bencana. Bencana alam ekstra-terestrial adalah
bencana yang
terjadi akibat hantaman meteor atau benda dari angkasa luar yang kedatangannya
tidak dapat diprediksi.
Pengertian gempa
bumi menurut Boen dalam Sudibyakto (2000) adalah suatu gejala fisik yang
ditandai dengan bergetarnya bumi dengan berbagai intensitas, getaran-getaran
tersebut terjadi karena terlepasnya suatu energi secara tiba-tiba. Namun
gejala-gejala geologis tersebut juga dapat berakibat terjadinya bencana
geologis lainnya selain gempa bumi seperti gunung meletus, tanah longsor,
banjir dan juga tsunami.
Gempa bumi bisa
disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain (1) letusan gunung berapi (erupsi
vukalnik), (2) tubrukan meteor, (3) ledakan bawah tanah (seperti uji nuklir),
dan (4) pergerakan kulit Bumi (Rusydi, 2004). Di bawah lempengan bumi ada magma
yang bergerak. Gerakan ini menghasilkan gaya yang dirasakan oleh lempengan
terutama pada daerah sambungan antar lempeng. Pada satu saat, gaya ini
benar-benar membuat lempengan bergerak. Gerakan ini membuat tanah di atasnya
dan juga magma di bawahnya bergetar (vibrasi). Getaran ini akan diteruskan
sampai ke permukaan tanah, dan inilah yang disebut gempa bumi (Rusydi, 2004).
Bencana alam gempa bumi sampai sekarang belum bisa diprediksikan secara akurat
karena pengetahuan kita pada how the earthquake happens hanya sanggup
memprediksi gempa dengan orde presisi ratusan atau bahkan ribuan tahun.
Bencana yang
mungkin terjadi setelah gempa bumi adalah tanah longsor, banjir dan kebakaran.
Selain itu, gempa bumi juga dapat menimbulkan tsunami atau gelombang pasang
(Eisner and Gallion, 1994). Tsunami sendiri berasal dari bahasa Jepang, yang
artinya pelabuhan (tsu) dan gelombang (nami). Ini adalah terminologi untuk
menyebutkan fenomena gelombang laut yang tinggi dan besar akibat gangguan
mendadak pada dasar laut yang secara vertikal mengurangi volume kolom air. Jadi
gempa bumi dan tsunami sangat erat kaitannya hanya terjadi pada lokasi yang
berbeda dimana tsunami merupakan efek dari gempa bumi yang terjadi di dasar
laut. Namun efek gelombang laut tersebut dapat memperluas wilayah ‘korban’ apabila
tidak ada ‘penghadang’ yang kokoh (Sudarmono, 2005).
Wilayah
Indonesia dipengaruhi oleh zona pertemuan empat lempeng besar dunia yaitu
lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pacifik dan Philipina. Pengaruh dari pertemuan
lempeng dunia ini kepada kondisi seismik tektonik kawasan Indonesia (Wardani
et.al, 2005). Gempa tektonik berskala besar dan kecil banyak melanda wilayah
selatan dan barat Indonesia, mulai dari pesisir barat Sumatera, pesisir selatan
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku hingga Papua.
Wilayah-wilayah yang rawan gempa dan gelombang tsunami, hádala wilayah yang
dilalui lempeng bumi yang bisa bergeser.
Sesungguhnya
kemungkinan terjadinya gempa bumi dapat diprediksikan walaupun tempat dan waktu
kejadian belum bisa dipastikan, dengan mengetahui sejarah kegempaan yang
terjadi di suatu wilayah dapat diprediksikan masa pengulangan gempa
selanjutnya. Masa pengulangan terjadinya gempa-gempa besar dari beberapa
penelitian memperlihatkan kurun waktu ratusan tahun pada lokasi yang sama (Canahar,
et.al, 2005). Dengan mengetahui sejarah kegempaan yang ada, daerah yang dulunya
pernah mengalami gempa dapat mempersiapkan daerahnya untuk menghadapi gempa
yang dapat datang kapan saja.
Mitigasi Bencana
Penanganan
bencana harus dengan strategi proaktif, tidak semata-mata bertindak
pascabencana, tetapi melakukan berbagai kegiatan persiapan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana. Berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk
mengantisipasi datangnya bencana dengan membentuk system peringatan dini,
identifikasi kebutuhan dan sumber-sumber yang tersedia, penyiapan anggaran dan
alternatif tindakan, sampai koordinasi dengan pihakpihak yang memantau
perubahan alam. Dalam mitigasi dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak
dari bencana yang akan terjadi yaitu program untuk mengurangi pengaruh suatu
bencana terhadap masyarakat atau komunitas dilakukan melalui perencanaan tata
ruang, pengaturan tata guna lahan, penyusunan peta kerentanan bencana,
penyusunan data base, pemantauan dan pengembangan.
Mitigasi bencana
merupakan kegiatan yang amat penting dalam penanggulangan bencana karena
kegiatan ini merupakan kegiatan sebelum terjadinya bencana yang dimaksudkan
untuk mengantisipasi agar korban jiwa dan kerugian materi yang ditimbulkan
dapat dikurangi. Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana maupun yang
berada di luar sangat besar perannya, sehingga perlu ditingkatkan kesadarannya,
kepeduliannya dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta
kedisiplinan terhadap peraturan dan norma-norma yang ada. Istilah program
mitigasi bencana mengacu kepada dua tahap perencanaan yaitu: Pertama,
perencanaan sebelum kejadian untuk manajemen bencana, mencakup
aktivitas-aktivitas mitigasi dan perencanaan bencana; Kedua, perencanaan serta
tindakan sesudah kejadian, meliputi peningkatan standar teknis dan bantuan
medis serta bantuan keuangan bagi korban (Inoghuci et.al, 2003).
Dalam mitigasi
bencana dilakukan tindakan-tindakan antisipatif untuk meminimalkan dampak dari
bencana yang terjadi dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pengaturan tata
guna lahan, penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data, pemantauan dan
pengembangan. Di negara-negara maju, kesalahan dalam pembangunan diimbangi
melalui perencanaan yang matang (Inoghuci et.al, 2003). Belajar dari bencana
tsunami di Aceh dan Sumatera Utara 26 Desember 2004 lalu, besarnya bencana
selain diakibatkan oleh tingginya gelombang tsunami, juga oleh tata ruang yang
kurang ramah bencana dan rusaknya lingkungan, rumah dibangun dekat dengan laut
tidak adanya sabuk hijau, dan mangrove tinggal sedikit (Cahanar ed., 2005).
Belajar dari
pengalaman ini, pihak pemerintah daerah yang memiliki wilayah pesisir yang
rawan gempa dan tsunami hendaknya menata kembali wilayahnya, dengan tidak
membangun wilayah pemukiman, fasilitas ekonomi dan industri di dekat pantai.
Selain itu perlu dipersiapkan jalur evakuasi untuk penyelamatan penduduk dan
dibangun lokasi pengungsian serta depot untuk bahan makanan dan obat-obatan
bagi para pengungsi (Cahanar ed., 2005).
Di pulau
Okushirito Jepang yang sangat dekat dengan pusat gempa diterjang tsunami dalam
waktu yang bersamaan dengan terjadinya gempa sedangkan alat deteksi mampu
mendeteksi tsunami dalam waktu mendekati 1 menit, sehingga di daerah rawan
tsunami diberikan rambu petunjuk arah untuk
memudahkan
mencapai lokasi evakuasi (Nariman, 2005).
Geoteknik dan
Geologi
Jalur patahan
Renun-Toru yang membelah bumi Sumatera Utara yang melintasi Kabupaten Karo,
Dairi, Samosir, Pak-pak Barat, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli
Selatan dan Mandailing Natal memberikan konsekuensi adanya bahaya gempa yang
mengancam kawasan patai barat Sumatera Utara termasuk Kota Sibolga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar