Private
Library of Simamora, Helmut Todo Tua
Environment,
Research and Development Agency
Samosir
Regency Government of North Sumatera Province
INDONESIA
Berikut
merupakan inspirasi Penulis yang dituangkan dalam tulisan.
BELAJAR
TENTANG IZIN LINGKUNGAN DAN SANKSI HUKUM DALAM ASPEK PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Dalam
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dengan Izin Lingkungan adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.
Izin
lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau
kegiatan
yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh
instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menunjukan :
a. bahwa
lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa
pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
c. bahwa
semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara
Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
d. bahwa
kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan
e. perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang sungguhsungguh dan konsisten oleh semua
pemangku kepentingan;
f. bahwa
pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga
g. memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan
h. pengelolaan
lingkungan hidup;
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
(1) Jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang:
a. memiliki skala/besaran lebih
kecil daripada yang tercantum dalam Lampiran I; dan/atau tidak tercantum dalam
Lampiran I tetapi mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup,
b.
dapat
ditetapkan menjadi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki
Amdal di luar Lampiran I.
(2) Jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan:
a. pertimbangan ilmiah mengenai daya
dukung dan daya tampung lingkungan; dan
b. tipologi ekosistem setempat
diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
(3) Jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan secara
tertulis kepada Menteri, oleh:
a. kementerian dan/atau lembaga
pemerintah nonkementerian;
b. gubernur;
c. bupati/walikota; dan/atau
d. masyarakat.
(4) Jenis rencana Usaha dan/atau
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan setelah dilakukan
telaahan sesuai kriteria sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini (Permen LH No. 05 Tahun 2012).
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menunjukan bahwa pada :
Pasal
22
(1)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
(2)
Dampak penting ditentukan berdasarkan
kriteria:
a. besarnya
jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas
wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas
dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya
komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat
kumulatif dampak;
f. berbalik
atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria
lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal
23
Kriteria
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan
amdal terdiri atas:
a. pengubahan
bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi
sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c. proses
dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam
dalam pemanfaatannya;
d. proses
dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses
dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. introduksi
jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan
dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan
yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i.
penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Pasal
29
(1)
Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal
30
(1)
Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri
atas wakil dari unsur:
a. instansi
lingkungan hidup;
b. instansi
teknis terkait;
c. pakar
di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang
sedang dikaji;
d. pakar
di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau
kegiatan yang sedang dikaji;
e. wakil
dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan
f. organisasi
lingkungan hidup.
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang
terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan secretariat yang
dibentuk untuk itu.
(3)
Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Hak
Pasal
65
1. Setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi
manusia.
2. Setiap
orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
3. Setiap
orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
4. Setiap
orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
66
Setiap
orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Larangan
Pasal
69
(1)
Setiap orang dilarang:
a. melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan
B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan
limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke
media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan
limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang
limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang
B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan
produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar;
i.
menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j.
memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang
tidak benar.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h memperhatikan dengan sungguhsungguh kearifan lokal di daerah
masingmasing.
Pasal
84
1. Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
2. Pilihan
penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh para pihak
yang bersengketa.
3. Gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di
luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.
Bagian
Kedua
Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal
96
Alat
bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas:
a.
keterangan saksi;
b.
keterangan ahli;
c.
surat;
d.
petunjuk;
e.
keterangan terdakwa; dan/atau
f.
alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan
perundangundangan.
Pasal
97
Tindak
pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan.
Pasal
98
(1) Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
(2) Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau
bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah). Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal
99
(1)
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(2)
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
(3)
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar
rupiah).
Pasal
100
(1)
Setiap orang yang melanggar baku mutu
air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan
tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
Pasal
101
Setiap
orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal
102
Setiap
orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal
103
Setiap
orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal
104
Setiap
orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal
105
Setiap
orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling
banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal
106
Setiap
orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
Pasal
107
Setiap
orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).
Pasal
108
Setiap
orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal
109
Setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal
110
Setiap
orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal
111
(1) Pejabat
pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Pejabat
pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau
kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal
112
Setiap
pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan
izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal
113
Setiap
orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan
dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal
114
Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal
115
Setiap
orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan
tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri
sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal
119
Selain
pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat
dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan
seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan
akibat tindak pidana;
d. pewajiban
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. penempatan
perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Dengan
uraian tersebut di atas maka untuk mencapai keberlanjutan lingkungan hidup bagi
generasi yang datang, perlu bagi kita matang dalam paradigma sekaligus
disimpulkan, yakni :
a. bahwa
lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa
pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
c. bahwa
semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara
Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
d. bahwa
kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan
e. perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang sungguhsungguh dan konsisten oleh semua
pemangku kepentingan;
f. bahwa
pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar